Blog ditulis oleh Rini Irmaya Sari
Mengerjakan pekerjaan yang disukai belum tentu tanpa halangan dan
hambatan. Dalam perjalanan hidup saya yang sudah 30 tahun menetap di
planet ini, saya belajarbanyak bahwa melakukan pekerjaan yang saya suka
itu bikin hidup terasa lebih hidup dan juga ada banyak pelajaran penting
yang membuat saya bertumbuh secara manusia. Saya belajar banyak hal dan
juga semakin bersyukur atas hidup saya.
Pekerjaan dokumentasi
yang akan genap sebulan esok hari di sebuah kampung di daerah Sorong
Selatan ini membuat energi saya tercurah padanya. Belajar tinggal
dikampung, bersinergi dengan kehidupan yang minim fasilitas dan segala
macamakese yang membuat hidup terasa nyaman membuat saya belajar bahwa
selama inisaya hidup dalam kenyamanan fasilitas yang saya beli, bayar
dan disediakan olehorang tua saya. Saya berkaca dalam hidup saya dan
berkata bahwa “inilahuniversitas kehidupan yang sesungguhnya”. Ya, saya
belajar banyak bagaimanamanusia bertahan hidup, mengalami pergesekan
budaya dari luar, bagaimana dinamika sosial terbentuk dan hal lainnya.
Saya belajar banyak hal yang tidaksaya dapatkan dari bangku perkuliahan
saya.
Setiap perjalanan dan pekerjaan serta perjumpaan
di kampung dengan berbagai macamkarakter termasuk karakter anggota tim
membuat saya tersadar bahwa kisi - kisihidup manusia tidak bisa ditebak.
Saya belajar bahwa si X suka sesuatu sepertiini, si Y suka sesuatu
seperti itu dan saya suka sesuatu yang lain. Saya belajar banyak bahwa
kompromi, terkadang curhat diam - diam, berdoa pada Tuhanataupun ‘tahan -
tahan hati’ serta mengutarakan maksud secara gamblang adalah upaya -
upaya yang bisa saya lakukan untuk bertahan dalam dinamika ini.
Kadangsaya harus egois, kadang saya harus mengalah dan kadang juga saya
berada padadaerah abu - abu. Well, saya manusia yang pada ke sekian
kalinya tersadar bahwasaya lemah dan punya keterbatasan.
Saya
belajardalam pekerjaan ini untuk meletakkan impian saya dalam status
realita yang terpasung dalam norma - norma adat dan tatanan sosial yang
membungkus kehidupanindividu - individu yang menjalin sebuah struktur
sosial yang lebih kompleks.Sebagai seorang sak’li atau pendatang di
daerah ini, saya sadar betul bahwasaya penjelajah, pengunjung dan tamu
yang harus belajar bahwa terlepas darisegala macam tetek bengek ilmu
pengetahuan yang saya pelajari selama ini hingga merantai jauh ke luar
negeri, saya hanyalah seorang baru yang belum membuktikanapa - apa dalam
bertahan hidup di tempat yang keras ini. Saya bukan apa - apa,bukan
siapa - siapa, yang baru saja datang berkunjung sebentar selama
sebulan dibandingkan mereka; orang - orang kampung hebat ini, yang hidup
selamabergenerasi mencoba bersahabat dengan alam dan dunia roh yang
ganas di daerahini. Mereka adalah survivor; orang -orang yang bertahan hidup. Mereka adalah orang - orang yang kuat yang tahubagaimana bertahan hidup.
Saya
belajarbanyak dalam universitas kehidupan ini. Saya belajar banyak yang
kelak intisaripelajaran ini hendak saya bagi bagi keponakan - keponakan
saya di rumah untukmenghargai apa yang mereka miliki saat ini. Saya
ingin pulang dan menghargailistrik di rumah yang bisa saya akses dengan
harga yang murah. Bandingkandengan saya yang ingin mendapatkan akses
listrik selama 4 jam untuk mengetikdan mengisi ulang daya peralatan
elektronik dan harus menebus bensin sebanyak 3L (Rp. 45.000). Saya
ingin pulang danmenghargai alat transportasi yang saya punya yang sering
saya pakai percuma danjarang saya cuci kalau tidak diributin bapak.
Padahal di sini, saya harus naikojek selama 45 menit ke kota dan merogoh
Rp. 70-80 ribu/trip. Saya ingin lebihlagi menghargai akses air bersih
yang sangat gampang di rumah saya yang cukupbuka keran dan penampung air
(profile tank) akan mengalirkan air deras yangcukup untuk bermain hujan
- hujanan di halaman rumah. Sedangkan di sini, sayaharus mengangkat air
selama 15 menit dari sumber mata air dan dalam sehari bisamengangkat
rata - rata 30 - 45 L dengan jeriken plastik 5 L beberapa buah.
Sayaingin pulang dan lebih menghargai fasilitas kamar mandi dengan
toilet dudukyang bersih, kamar mandi berlantai keramik dengan peralatan
mandi super duperlengkap dengan sistem privasi yang terjamin. Karena
saya tahu bagaimana harusmencari air untuk urusan kamar mandi, mandi
dengan memakai sarung dengan aksesumum dan tidak ada privasi. Saya ingin
lebih menghargai apa yang saya miliki.Itu saja!!!
Saya
belajar disebuah universitas kehidupan. Saya belajar banyak bahwa
selama ini Tuhan menjaga saya dengan baik. Saya belajar bahwa Tuhan-ku begitu baik pada saya dengan kondisi tubuh saya yang tidak terserang
malaria sejauh ini, yang tidak mengalami sakit sendi sementara ini dan
mengijinkan saya lahir dan hidup ditempat bernama Manokwari dengan akses
medis. Saya tidak bisa membayangkan biladengan kondisi sakit seperti 13
tahun lalu yang saya alami dan harus tinggal dikampung ini, karena
mungkin saya tidak akan bertahan dan menjadi beban yang lebih berat bagi
komunitas. Saya belajar banyak, teman.
Hari ini,
sayabelajar bahwa orang - orang di kampung adalah para survivor yang
mencintaihutan lebih dari pada saya, yang menghargai dan menganggap
hutan sebagai mamamereka. Mereka tahu dan bersahabat dengan alam dan
semoga mereka tetapmengingat budi baik hutan. Itulah sebabnya saya di
sini, saya ingin merasakanbagaimana alam menyediakan kami makanan,
bagaimana alam memberikan kamitantangan hidup dan sensasi adrenalin yang
naik - turun, dan bagaimana saya danmasyarakat dapat belajar bersama
bahwa ini rumah kami; hutan.
Hari ini saya hanya bisa
bilang “Thanx God”, saya jatuh cinta pada pekerjaan saya. Sayabelajar
banyak dari universitas kehidupan ini.
Kiranya segala hormat, pujian dan kemuliaan bagi Sang Pencipta. Amen.
(Teminabuan,141013; 10: 33 a.m.)
@rini irmayasari