Kamis, 31 Oktober 2013

Menanti "Surat Cinta"

Menanti 'Surat Cinta di (Kantor) 'Kelapa' Dinas
Ini hanya sebuah catatan keluh kesah tentang pelayanan sebuah kantor pemerintah. Ini cerita tentang pengalaman buruk saya berkoordinasi dengan mereka yang memiliki nomor induk pegawai, NIP.
Dalam beberapa bulan terakhir di tahun 2013, saya sering berkunjung ke Teminabuan; ibukota Sorong Selatan. Ada dua agenda yang harus saya kerjakan di sana yakni berkoordinasi dengan masyarakat dampingan dan dinas pemerintahan yang terkait dengan program kerja kami bersama masyarakat tentunya. Satu hal yang sangat krusial yang kami harus urus di satu kantor dinas pemerintahan setempat adalah ‘surat sakti’ yang dikenal dengan surat rekomendasi. Itupun bukan surat terakhir yang harus kami perjuangkan. Ini hanyalah sebuah surat yang bisa dikatakan permulaan.
Begitu intensnya kunjungan saya ke kantor tesebut sampai-sampai saya bisa menghafal  suara para staf yang jumlahnya belasan orang itu (meski faktanya di absen dinas, mereka sebenarnya berjumlah lebih dari 30 orang). Mereka sangat berisik terutama saat tidak ada ‘kelapa’ dinas.. OOPS, maksud saya ‘kepala dinas’. Beda halnya dengan saat kepala dinas di tempat, SUNYIIIIIIIIIIIIIIII senyap kayak di kuburan.
 Salah satu pemandangan menarik ketika pada suatu masa, saya datang sekitar pukul 10.00 pagi. Saya duduk di depan teras karena orang yang saya cari belum datang dan hanya ada beberapa orang saja. Satu persatu staf baru mulai berdatangan beberapa saat kemudian ternyata. Mereka rupanya doyan terlambat . Parahnya lagi yang terlambat adalah adalah para Kabid dan termasuk juga kepala dinasnya. Maklumlah mereka sibuk bekerja jadi bangun kesiangan. Capek!
Satu hari saya sedang duduk di lorong kantor dinas. Menunggu giliran untuk bertemu si kepala dinas. Seorang staflaki – laki berpakaian seragam berwarna hijau tua lalu lalang. Ia keluar masuk ruangan dengan wajah garang. Wajahnya sangat ‘tebal’. Para ibu – ibu yang berada diruang administrasi tepat di depan lorong dimana saya berada. Mereka hanya duduk manis sambil goyang-goyang pena, ada juga yang hanya membalik-balik lembar kertas entah apa maksudnya atau apa yang dibuat selama berjam-jama. Sekali-kali mereka berbisik sambil melirik sana - sini. Tiba-tiba, si bapak yang bermuka garang itu masuk ruangan administrasi dan murka. Ditariknya mesin sidik jari yang merreka gunakan sebagai mesin pencatat kehadiran staff sambil berteriak, “Kam yang kerja di data base ini kerja yang betul, sa ini rajin masuk kerja kenapa yang pamalas masuk dapat uang baru sa ini tra dapat sepeser pun? Barang ini sa tra pake”.  Si bapak ini pun berlalu keruang sebelah sambil membawa mesin sidik jari dan melemparkannya kedalam lemari. Rupanya si bapak marah karena tidak mendapatkan uang insentif kehadiran yang rupanya bagi PNS berjumlah 20 ribu per satu hari kerja.
Lain lagi dengan urusan dengan si kepala dinas. Waktu itu, saya masuk ke ruangan kerjanya untuk berkoordinasi dan menyampaikan maksud kedatangan saya. Setelah menyampaikan keperluan saya, Kepala dinas langsung memanggil beberapa stafnya. Sekitar tiga (3) orang staf yang dilibatkan dan mulailah kepala dinas meminta pendapat mereka sambil sesekali memberi petunjuk. Parahnya lagi ketika si kepala dinas meminta berkas-berkas yang diperlukan seperti undang-undang terkait dinas yang bersangkutan, taksatupun dari mereka yang memiliki berkas-berkas tersebut. Pak Kepala dinas pun akhirnya malah menyuruh mereka mencarinya ke internet.Akhirnya …. Ngacirlah salah satu staf ke SKPD di sebelah dinas yang bersangkutan. Hari gini kantor dinas gak punya internet? Eh kejadian seperti ini sudah 3 kali terjadi loh selama saya berkunjung :D
Sekali pula, saya datang pagi-pagi. Waktu itu saya sudah tahu akan bertemu siapa karena kepala dinas sudah menunjuk seorang kepala bidang untuk mengurus semua yang saya butuhkan. Entah mengapa saya dicuekin oleh si kepala bidang a.k.a. ‘kabid’ yang datangnya suka terlambat. Apakah karena saya datang terlalu cepat? Entahlah yang jelas waktu itu saya telah menunggu 30 menit diluar ruangan, saya menanyakan lagi kepada rekan kerjanya agar saya dipertemukan dengan si kabid. “Sabar ya, lagi banyak kerjaan,” jawabnya singkat! Saya langsung keluar ruangan dan sengaja mendekat ke jendela dekat meja sang Kabid. Ternyata sang kabid sedang duduk manis sambil pencet-pencet HP. Ternyata SMS juga merupakan kerjaan yang tidak bisa diganggu gugat.
Ada lagi nih yang menarik di dinas tersebut. Setiap saya berkunjung,  ada banyak kunjungan yang bersamaan. Rupanya dinas ini cukup laris. Mereka umumnya pengusaha. Dari tingkat “teri” hingga tingkat “hiu”. Tapi yang, pengunjung terbanyak adalah  dari kelas ‘teri’. Pelayanan SKPD ini pun disesuaikan dengan ukuran ‘pengunjung’; “TERI” atau “HIU”. Jangan salah!II Saat tingkat ‘Hiu’ datang, Semua berlaku sopan dan pelayanan sangat cepat. Tak perlu berlama-lama. Beda halnya dengan kelas teri, sampai-sampai staf kelas bawahan pun yang akan melayani mereka.
Pengalaman saya hari ini beda lagi (25/10/13). Pemandangannya beda sekali. Para bapak berseragam hijau tua di kantor itu sibuk. Salah seorang staf dari rombongan bapak ini sibuk menelpon koleganya. Rupanya setelah apel pagi bersama bupati,mereka mendapat teguran terkait dengan eksploitasi sumberdaya alam di Sorong Selatan. Saya sempat nguping si bapak menelpon dengan nada pelan “KAMU BUANG BARANG TU KE HUTAN DULU EEE, SECEPATNYA. INI BUPATI ADA MARAH DAN PERINTAHKAN UNTUK PERIKSA DAN SITA JADI. BAGUSNYA DISEMBUNYIKAN DI HUTAN DULU SUPAYA TRA DAPAT SITA BANYAK. OK … KALO SUDAH NANTI TELPON SAYA BALIK.” Tut-tut-tut ….. panggilan pun berakhir dan si bapak masuk ruangan sambil usap-usap kepala. ‘Sesuatu’ banget kan?
Begitulah pengalaman saya selama beberapa bulan terakhir mengurus ‘surat cinta’ di kantor kepala dinas alias SKPD tertentu. Sebuah surat sepanggal yang hingga hari ini belum saya dapatkan. Sangat alot dan rasanya seperti membuat surat dengan tinta emas. Semoga saja kedepan, tidak harus berbulan-bulan untuk mengurus selembar surat di dinas Pemerintah. Entahlah …. atau jangan-jangan karena saya tidak bawa amplop? Jangan donk beliau-beliau! Apakalian tidak takut KPK?  Ah … semoga saja di dunia ini tidak banyak dinas pemerintahan yang terlalu pelik dan alot dalam mengerjakan sebuah ‘surat cinta’ alias “surat sakti”.

as. (Teminabuan, 25 Oktober 2013)

6 komentar:

  1. Hmmm memang beda kabupaten beda pula perilaku org2 di SKPD tertentu...
    Semangat yah,, memang kita hrus SABAR MENANTI (warung Sp 2 MKW) bagusnya aku urus surat Rek,,, cuma 2 hari ehhh via telp suratnya uda bs di ambil,, simple bangetkan... Sukses ya kaka.

    BalasHapus
    Balasan
    1. @Theresia Padwa memang bijak dalam hal ini :)
      saya rasa pengurusan SIM lebih gampang karena dalam beberapa jam saja kita bisa dapat SIM tanpa tes :D

      Hapus
  2. Terus terang, saya sangat suka membaca tulisan tsb, "Menanti Surat Cinta". Gaya penulisannya mengalir, akrab, dan dialogis. Saya berharap, cerita2 dari kampung bisa terus ditulis dan dishare kpd saya dan teman2 dg genre penulisan tersebut. Tidak semua orang bisa menulis dg gaya itu. Apalagi di kalangan aktifis, tulisan2 mereka umumnya mengerucut pada tiga gaya utama: Pelaporan - investigasi, pemberitaan, dan laporan kerja. Singkat kata, "Menanti Surat Cinta", lahir dari kepekaan perasaan dan ketajaman pikiran ade Monches...

    BalasHapus
  3. kk amos,,,tulisannya mantap,,,hehehehehe,,
    bagaimana maw cepat urusan suratnya,,,pegawainya saja tidak disiplin,,jangan2 mereka lupa tempat simpan suratnya bang (tapok jidat),,urus surat aja trabisa gmana urus masyarakatnya,,,tetap semangat kk,,,,

    BalasHapus
  4. @amelius Mansawan : Terima kasih. semoga nanti dong lebih disiplin

    BalasHapus
  5. @Zwagery : mungkin lebit tepatnya menulis dalam keadaan "emosi" :)

    BalasHapus